Tokoh Belenggu (novel)

SukartonoSukartono (disingkat Tono) adalah seorang doktor yang merupakan suami Tini dan cinta Yah. doktor ini suka merawat pasien miskin tanpa memungut biaya, sehingga menjadi terkenal. Dia juga penggemar berat lagu-lagu keroncong. Sewaktu dia masih di sekolah kedokteran, dia lebih suka bernyanyi daripada belajar dan sampai sekarang ada radio di ruang periksanya. Kegemarannya atas muzik tradisional mencerminkan keinginannya untuk mempunyai isteri yang berwawasan tradisional untuk menjaganya. kerana merasa tersiksa dari pernikahannya tanpa cinta dengan Tini, dia jatuh hati pada Yah, sebab Yah dianggap lebih mampu menjadi isteri tradisional. Namun, akhirnya dia ditinggal sendiri.[2]SumartiniSumartini (disingkat Tini) adalah isteri Tono yang sangat modern. Waktu masih mahasiswi, dia sangat populer dan suka berpesta. Pada masa itu, Tini menyerahkan keperawanannya kepada Hartono, sehingga setelah dia diputuskan dia menjadi semakin tidak acuh pada keinginan laki-laki. Setelah dinikahi Tono, Tini menjadi semakin kesepian dan mulai bergerak di bidang sosial supaya hidupnya berarti. Ketika mengetahui ketidaksetiaan Tono dan beranggapan bahawa Yah lebih cocok dengan suaminya, Tini meninggalkan Tono dan pindah ke Surabaya.[3]Menurut Yoseph Yapi Taum, seorang dosen di Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta, sikap tidak acuh Tini adalah alasan utama mengapa Tono menjadi tertarik pada Yah. Gaya hidup Tini, yang tidak memasuki Tono, membuatnya berasa terasing dan mendorongnya untuk mencari wanita yang lebih tradisional.[4] Tham Seong Chee, seorang kritikus dari Singapura, beranggapan bahawa Tini adalah tokoh yang lemah sebab dia tidak bisa mengambil keputusan tanpa pengaruh luar, dan sampai bilapun tidak mahu menyelesaikan masalahnya dengan Tono. Dia juga menyatakan kalau Tini dibatasi oleh nilainya sendiri, yang tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Indonesia pada umumnya.[5] Menurut penyair dan kritikus sastera Goenawan Mohamad, Tini didorong oleh harapan suaminya akan isteri yang tradisional.[6]Rohayah (juga diberi nama "Rokiah" dalam edisi tertentu)Rohayah (juga dikenal dengan nama samaran Nyonya Eni dan Siti Hayati; disingkat Yah) adalah teman Tono dari Sekolah Rakyat yang kemudian menjadi simpanannya; dia juga seorang penyanyi keroncong terkemuka. Setelah Tono, yang lebih tua tiga tahun, lulus dari Sekolah Rakyat, Yah dipaksakan untuk menikah dengan pria yang lebih tua 20 tahun dan dibawa ke Palembang. Setelah melarikan diri, Yah kembali ke Bandung; akan tetapi, orang tuanya sudah meninggal. Dia kemudian berpindah ke Batavia dan menjadi seorang pelacur sekaligus penyanyi keroncong dengan nama samaran Siti Hayati. Ketika mengetahui bahawa Tono telah menjadi doktor di Batavia, dia menggoda doktor itu. Biarpun mereka saling jatuh cinta, Yah mengambil langkah untuk pergi sebab dia takut Tono akan diremehkan apabila dia menikah dengan seorang mantan pelacur. Yah berpindah ke Kaledonia Baru.[7]Tham beranggapan bahawa Yah sebenarnya cocok menjadi isteri Tono, sebab dia sudi menjadi isteri tradisional. Namun, dia tidak dapat menjalani hubungan tersebut kerana dulu menjadi pelacur. Menurut Tham, hal ini mencerminkan bahawa "moral dan nilai etis tidak mudah dipahami intelek, akal, atau rasio".[5] Goenawan beranggapan bahawa Yah sebenarnya seorang fatalis, yang merendahkan diri dengan menyatakan bahawa ada seribu perempuan di Tanjung Priok yang mempunyai cerita serupa. Dia juga beranggapan bahawa tokoh tersebut menjadi mengharukan tanpa menjadi berlebihan. Menurutnya, Yah adalah pelacur pertama yang digambarkan secara simpatetis dalam suatu karya sastera Indonesia.[6]